Sejarah Lengkap Masjid Nabawi [PENTING!]
Salah satu peninggalan sejarah kehidupan
makhluk paling mulia Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang masih dan akan terus disaksikan oleh dunia adalah Masjid yang
beliau bangun di kota madinah yang kita kenal dengan nama Masjid Nabawi.
Masjid Nabawi yang saat ini kita lihat berdiri begitu megah dahulunya
hanyalah sebuah bangunan sederhana. Bagaimana kisah selengkapnya dari
perjalanan panjang sejarah masjid ini, mari kita simak bersama.
(~admin~)
Pembangunan Masjid
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membangun Masjid Nabawi pada bulan Raibul Awal di awal-awal hijarahnya
ke Madinah. Pada saat itu panjang masjid adalah 70 hasta dan lebarnya 60
hasta atau panjangnya 35 m dan lebar 30 m. Kala itu Masjid Nabawi
sangat sederhana, kita akan sulit membayangkan keadaannya apabila
melihat bangunannya yang megah saat ini. Lantai masjid adalah tanah yang
berbatu, atapnya pelepah kurma, dan terdapat tiga pintu, sementara
sekarang sangat besar dan megah.
Area yang hendak dibangun Masjid Nabawi saat itu terdapat bangunan yang dimiliki oleh Bani Najjar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata kepada Bani Najjar, “Wahai Bani Najjar, berilah harga bangunan
kalian ini?” Orang-orang Bani Najjar menjawab, “Tidak, demi Allah. Kami
tidak akan meminta harga untuk bangunan ini kecuali hanya kepada Allah.”
Bani Najjar dengan suka rela mewakafkan bangunan dan tanah mereka untuk
pembangunan Masjid Nabawi dan mereka berharap pahala dari sisi Allah
atas amalan mereka tersebut.
Anas bin Malik yang meriwayatkan hadis
ini menuturkan, “Saat itu di area pembangunan terdapat kuburan
orang-orang musyrik, puing-puing bangunan, dan pohon kurma. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memindahkan mayat di makam tersebut, meratakan puing-puing, dan menebang pohon kurma.”
Pada tahun 7 H, jumlah umat Islam semakin
banyak, dan masjid menjadi penuh, Nabi pun mengambil kebijakan
memperluas Masjid Nabawi. Beliau tambahkan masing-masing 20 hasta untuk
panjang dan lebar masjid. Utsman bin Affan adalah orang yang menanggung
biaya pembebasan tanah untuk perluasan masjid saat itu. Peristiwa ini
terjadi sepulangnya beliau dari Perang Khaibar.
Masjid Nabawi adalah masjid yang dibangun
dengan landasan ketakwaan. Di antara keutamaan masjid ini adalah
dilipatgandakannya pahala shalat di dalamnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari
1000 kali shalat di masjid selainnya, kecuali Masjid al-Haram.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Mimbar Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ وَمِنْبَرِي عَلَى حَوْضِي
“Antara rumahku dan mimbarku ada taman dari taman-taman surga, dan mimbarku di atas telagaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Awalnya Nabi berkhutbah di atas potongan
pohon kurma kemudian para sahabat membuatkan beliau mimbar, sejak saat
itu beliau selalu berkhutbah di atas mimbar. Dari Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
saat khutbah Jumat berdiri di atas potongan pohon kurma, lalu ada
seorang perempuan atau laki-laki Anshar mengatakan, ‘Wahai Rasulullah,
bolehkah kami membuatkanmu mimbar?’ Nabi menjawab, ‘Jika kalian mau
(silahkan)’. Maka para sahabat membuatkan beliau mimbar. Pada Jumat
berikutnya, beliau pun naik ke atas mimbarnya, terdengarlah suara
tangisan (merengek) pohon kurma seperti tangisan anak kecil, kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekapnya. Pohon it uterus
‘merengek’ layaknya anak kecil. Rasulullah mengatakan, ‘Ia menagis
karena kehilangan dzikir-dzikir yang dulunya disebut di atasnya’.” (HR.
Bukhari)
Di antara keagungan dan keutamaan mimbar ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang bersumpah di dekatnya, barangsiapa bersumpah di dekat mimbar tersebut dia telah berdusta dan berdosa.
لَا يَحْلِفُ عِنْدَ هَذَا
الْمِنْبَرِ عَبْدٌ وَلَا أَمَةٌ، عَلَى يَمِينٍ آثِمَةٍ، وَلَوْ عَلَى
سِوَاكٍ رَطْبٍ، إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ
“Janganlah seorang budak laki-laki atau
perempuan bersumpah di dekat mimbar tersebut. Bagi orang yang bersumpah,
maka dia berdosa…” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Hakim)
Raudhah
Raudhah adalah suatu tempat di Masjid
Nabawi yang terletak antara mimbar beliau dengan kamar (rumah) beliau.
Rasulullah menerangkan tentang keutamaan raudhah,
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن
النبي قال: “مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ
الجَنَّةِ، وَمِنْبَرِي عَلَى حَوْضِي
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara
taman-taman surga. Dan mimbarku di atas telagaku.” (HR. Bukhari).
Jarak antara mimbar dan rumah Nabi adalah 53 hasta atau sekitar 26,5 m.
Shufah Masjid Nabawi
Setelah kiblat berpindah (dari Masjid al-Aqsha mengarah ke Ka’baj di Masjid al-Haram). Rasulullah mengajak para
sahabatnya membangun atap masjid sebagai
pelindung bagi para sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi. Mereka adalah
orang-orang yang hijrah dari berbagai penjuru negeri menuju Madinah
untuk memeluk Islam akan tetapi mereka tidak memiliki kerabat di Madinah
untuk tinggal disana dan belum memiliki kemampuan finasial untuk
membangun rumah sendiri. Mereka ini dikenal dengan ash-habu shufah.
Rumah Nabi
Mungkin kata rumah terlalu berlebihan untuk menggambarkan kediaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karenanya lebih tepat kalau kita sebut dengan istilah kamar. Kamar Nabi
yang berdekatan dengan Masjid Nabawi adalah kamar beliau bersama ibunda
Aisyah radhiallahu ‘anha. Nabi Muhammad dimakamkan di sini, karena beliau wafat di kamar Aisyah, kemudian Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dimakamkan pula di tempat yang sama pada tahun 13 H, lalu Umar bin Khattab pada tahun 24 H.
Keadaan Makam Nabi
Makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menghadap kiblat kemudian di belakang beliau (dikatakan di belakang
karena menghadap kiblat) terdapat makam Abu Bakar ash-Shiddiq dan posisi
kepala Abu Bakar sejajar dengan bahu Nabi. Di belakang makam Abu Bakar
terdapat makam Umar bin Khattab dan posisi kepala Umar sejajar dengan
bahu Abu Bakar. Di zaman Nabi kamar beliau berdindingkan pelepah kurma
yang dilapisi dengan bulu. Kemudian di zaman pemerintahan Umar bin
Khattab dinding kamar ini diperbaiki dengan bangunan permanen.
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi
gubernur Madinah ia kembali merenovasi kamar tersebut, lebih baik dari
sebelumnya. Setelah dinding tersebut roboh dan menyebabkan kaki Umar bin
Khattab terlihat (kemungkinan roboh karena faktor alam sehingga tanah
makam tergerus dan kaki Umar menjadi terlihat), Umar bin Abdul Aziz
kembali membenahinya dengan bangunan batu hitam. Setelah itu diperbaiki
lagi pada tahun 881 H.
Subhanallahu, kejadian ini
menunjukkan kebenaran sabda Nabi bahwa jasad seorang yang mati syahid
itu tidak hancur. Umar bin Khattab syahid terbunuh ketika menunaikan
shalat subuh.
Usaha Pencurian Jasad Nabi
Pertama, pencurian jasad Nabi di
makamnya pertama kali dilakukan oleh seorang pimpinan Dinasti Ubaidiyah,
al-hakim bi Amrillah (wafat 411 H). Ia memerintahkan seorang yang
bernama Abu al-Futuh Hasan bin Ja’far. Al-Hakim memerintahkan Hasan bin
Ja’far agar memindahkan jasad Nabi ke Mesir. Namun dalam perjalanan
menuju Madinah angin yang kencang membinasakan kelompok Abu al-Futuh
Hasan bin Ja’far.
Kedua, gagal pada upaya
pertamanya, al-Hakim bi Amrillah belum bertaubat dari makar yang ia
lakukan. Ia memerintahkan sejumlah orang untuk melakukan percobaan
kedua. Al-Hakim bi Amrillah mengirim sekelompok orang penggali kubur
menuju Madinah. Orang-orang ini diperintahkan untuk menetap beberapa
saat di daerah dekat Masjid Nabawi. Beberapa saat mengamati keadaan,
mereka mulai melaksanakan aksinya dengan cara membuat terowongan bawah
tanah. Setelah dekat dengan makam, orang-orang menyadari adanya cahaya
dari bawah tanah, mereka pun berteriak “Ada yang menggali makam Nabi
kita!!” Lalu orang-orang memerangi sekelompok penggali kubur ini dan
gagallah upaya kedua dari al-Hakim bi Amrillah. Kedua kisah ini
selengkapnya bisa dirujuk ke buku Wafa al-Wafa, 2: 653 oleh as-Samhudi.
Ketiga, upaya pencurian jasad Nabi
kali ini dilakukan atas perintah raja-raja Nasrani Maroko pada tahun
557 H. saat itu Nuruddin az-Zanki adalah penguasa kaum muslimin di bawah
Khalifah Abbasiyah. Dalam mimpinya Nuruddin az-Zanki bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan beliau mengatakan “Selamatkan aku dari dua orang ini -Nabi menunjuk
dua orang yang terlihat jelas wajah keduanya dalam mimpi tersebut-.”
Nuruddin az-Zanki langsung berangkat menuju Madinah bersama dua puluh
orang rombongannya dan membawa harta yang banyak. Setibanya di Madinah,
orang-orang pun mendatanginya, setiap orang yang meminta kepadanya pasti
akan dipenuhi kebuthannya.
Setelah 16 hari, hampir-hampir seluruh
penduduk Madinah datang menemuinya, namun ia belum juga melihat dua
orang yang ditunjuk oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
mimpinya. Ia pun bertanya, “Adakah yang tersisa dari penduduk Madinah?”
Masyarakat menjawab, “Ada, dua orang kaya yang sering berderma, mereka
berasal dari Maroko.” Masyarakat menyebutkan tentang keshalehan
keduanya, tentang shalatnya, dan apabila keduanya dipinta pasti memberi.
Ternyata dua orang inilah yang dilihat az-Zanki dalam mimpinya dan
keduanya sengaja tinggal sangat dekat dengan kamar Nabi. Az-Zanki
menanyakan perihal kedatangan mereka ke Madinah. Keduanya menjawab
mereka hendak menunaikan haji.
Az-Zanki menyelidiki dan mendatangi
tempat tinggal mereka, ternyata rumah tersebut kosong. Saat ia
mengelilingi tempat tinggal dua orang Maroko ini, ternyata ada sebuah
tempat –semisal ruangan kecil- yang ada lubangnya dan berujung di kamar
Nabi. Keduanya tertangkap ‘basah’ hendak mencuri jasad Nabi, keduanya
pun dibunuh di ruang bawah kamar Nabi tersebut. Selengkapnya lihat Wafa al-Wafa 2: 648.
Keempat, upaya pencurian jasad
Nabi oleh orang-orang Nasrani Syam. Orang-orang ini masuk ke wilayah
Hijaz, lalu membunuh para peziarah kemudian membakar tempat-tempat
ziarah. Setelah itu mereka mengatakan bahwa mereka ingin mengambil jasad
Nabi di makamnya. Ketika jarak mereka denga kota Madinah tinggal
menyisakan perjalanan satu hari, mereka bertemu dengan kaum muslimin
yang mengejar mereka. Mereka pun dibunuh dan sebagiannya ditangkap oleh
kaum muslimin (Rihlatu Ibnu Zubair, Hal: 31-32)
Amalan Bid’ah Terkait dengan Ziarah ke Masjid Nabawi
Sering dijumpai peziarah Masjid Nabawi
mengusap-usap kamar Nabi ini, bahkan ada yang menciuminya dalam rangka
mengharap berkah. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ulama telah sepakat,
barangsiapa yang berziarah ke makam Nabi Muhammad atau ke makam nabi
selain beliau atau makam orang-orang shaleh, makam sahabat, makam ahlul bait,
atau selain mereka, tidak boleh mengusap-usap atau menciumnya, bahkan
tidak ada satu pun benda mati di dunia ini yang disyariatkan untuk
dicium kecuali hajar aswad.” (Majmu’ Fatawa, 27:29)
Tidak boleh juga untuk thawaf
mengelilingi kamar Nabi, thawaf adalah salah satu bentuk ibadah, dan
tidak diperkenankan beribadah kecuali hanya kepada Allah. Ada juga
dijumpai sebagian peziarah Masjid Nabawi yang bersujud mengarah ke makam
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini semua adalah ritual-ritual yang haram dilakukan ketika berziarah ke Masjid Nabawi.
Perluasan Masjid Nabawi
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebarkan Masjid Nabawi pada tahun ke-7 H, sepulangnya beliau dari Khaibar.
- Pada zaman Umar bin Khattab,
tahun 17 H, Masjid Nabawi kembali diperluas. Umar juga menambahkan
sebuah tempat yang agak meninggi di luar masjid yang dinamakan batiha.
Tempat ini digunakan oleh orang-orang yang hendak mengumumumkan suatu
berita, membacakan syair, atau hal-hal lainnya yang tidak terkait syiar
agama. Sengaja Umar membuatkan tempat ini untuk menjaga kemuliaan
masjid.
- Perluasan masjid di masa Utsman bin Affan tahun 29 H.
- Perluasan masjid oleh Khalifah Umayyah, Walid bin Abdul Malik pada tahun 88-91 H.
- Perluasan masjid oleh Khalifah Abbasiyah, al-Mahdi pada tahun 161-165 H.
- Perluasan oleh al-Asyraf Qayitbay pada tahun 888 H.
- Perluasan oleh Sultan Utsmani, Abdul Majid tahun 1265-1277 H.
- Perluasan oleh Raja Arab Saudi, Abdul Aziz alu Su’ud tahun 1372-1375 H.
- Perluasan oleh Khadimu al-Haramain asy-Syarifain, Fahd bin Abdul Aziz alu Su’ud tahun 1406-1414 H.
- Perluasan masjid yang saat ini sedang berlangsung oleh Khadimu al-Haramain asy-Syarifain, Abdullah bin Abdul Aziz.
Mudah-mudahan sejarah singkat Masjid
Nabawi ini semakin membangkitkan kecintaan kita kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, para sahabatnya, dan Masjid Nabawi itu sendiri.
Semoga Allah senantiasa menjaga masjid ini dari orang-orang yang hendak
melakukan keburukan, amin.
abangdani.wordpress.com/2014/05/30/sejarah-lengkap-masjid-nabawi-penting/
0 komentar:
Posting Komentar