Perjalanan Hidup Prof. Dr. Ing. Bj. Habibie
Perjalanan Hidup Prof. Dr. Ing. Bj. Habibie
-Pengeran Sultan Abdul Aziz (Saudi Arabia)-
Siapa yang tak kenal dengan ilmuwan Islam di abad
modern ini, manusia pintar, genius dan mungkin diantara 130 juta
penduduk Indonesia. Berbagai ilmu eksakta, sosial, politik dan aeronik
telah dikuasai walaupun secara otodidaks maupun akademik. Perjalan hidup
B.J. Habibie merupakan pelajaran hidup seorang ilmuwan tanah air yang
sukses dimata dunia bukan hanya fiktif ataupun rekayasa melainkan
realitas yang nyata dan fakta. Oleh sebab itu pada rubrik ini kita akan
mengetahui, siapakah BJ. Habibie? Bagaimanakah beliau mendapatkan
prestasi yang gemilang dimata dunia? Faktor apakah yang mendasari
kesuksesan beliau baik di Indonesia maupun dirantau?
Bj. Habibie lahir di Pare-Pare tepatnya provinsi
Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936 dengan nama lengkap Bacharuddin
Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini
Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak
kecil beliau telah membangun begron masa depannya yang cemerlang baik
dari segi spiritual maupun intelektual. Belajar, membantu orang tua,
mengaji dan shalat merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah
ditinggalkan. Oleh sebab itu, sejak duduk di bangku sekolah beliau
adalah murid yang jenius, ramah, sopan dan tidak sombong. Sehingga
pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika, fisika, kimia, stereo
dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai yang baik
sekali.
Namun sejak 3 September 1950, bapak beliau meninggal
karena mengalami serangan jantung ketika menunaikan shalat Isya’. Dengan
perasaan duka yang mendalam R.A Tuti Marini menadahkan tangan kepada
Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi hari-hari selanjutnya.
Setelah beberapa saat setelah kematian suaminya beliau langsung
memutuskan kepada anak laki-laki pertamanya yaitu Habibie untuk pindah
ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya.
Tetapi jauh dari kehidupan anaknya yang rajin dan
tekun belajar, Ny. R.A Tuti Marini tidak merasa tenang, sehingga
memutuskan untuk meninggalkan Ujung Pandang sekeluarga untuk
transmigrasi ke Bandung dengan menjual rumah dan kendaraannya. Selama
menjadi mahasiswa di ITB Habibie memang banyak tertarik dibidang
aeromodeling atau model pesawat terbang yang ia buat sendiri.
Menjadi Mahasiswa di Aachean
Pada tahun lima puluhan, belajar diluar negeri masih
merupakan hal yang langka, baik dengan beasiswa pemerintah maupun biaya
sendiri. Tetapi Ny. R. A Tuti Marini sudah bertekad kepada anak-anaknya
untuk melanjutkan pendidikan semaksimal kemampuannya, termasuk keluar
negeri B.J. Habibie mendengar sendiri malam ketika ayahnya meninggal,
ibunya yang waktu itu mengandung delapan bulan berteriak-teriak dan
bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya, bahwa cita-cita
suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan. Itulah yang
membuat Habibie tidak heran ketika diajak runding ibunya. “Nak, kamu
sudah saya dapatkan beasiswa untuk keluar negeri. Sudah ada izin dari P
dan K, katanya.”
Kebetulan pada suatu hari ia bertemu dengan Kenkie
(Laheru) temannya di ITB. Laheru mengatakan ia akan pergi ke Jerman
melanjutkan pendidikan. B.J. Habibie langsung menyatakan bahwasannya ia
juga berniat, tetapi bagaimana bisa memperoleh izin dan visa ? Laheru
menjawab, sementara ini yang paling penting adalah menghubungi
kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Jakarta.
Beliau langsung berangkat ke Jakarta dan menemui
petugas yang berwenang. Waktu itu beliau ditanya jurusan apa yang paling
dikuasai? Beliau menjawab fisika yang termasuk jurusan aeronautika atau
intruksi pesawat terbang. Ibu beliau mengirim Habibie keluar negeri
dengan alasan, Saya memilih Habibie karena anak itu kelihatan lebih
serius dalam hal belajar. Sampai-sampai dibalik pintupun ia bisa membaca
buku dengan asyiknya. Sebetulnya, adiknya ada yang ingin melanjutkan
sekolah ke luar negeri tapi bagaimana lagi waktu itupun, saya harus
melepas seluruh uang tabungan, dan sebagai janda saya tidak memiliki
koneksi, sehingga terpaksa saya harus berjuang sendiri demi anak.”
Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk
sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih payah
ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Sebelum
berangkat ke Jerman, beliau bertemu Prof. Dr. Muhammad Yamin selaku
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang waktu itu mengelus-ngelus
kepalanya dan berkata, “Kamu inilah harapan bangsa.” Nasehat tersebut
merupakan ujian yang harus dilalui dengan sukses oleh B .J. Habibie.
Hidup di Rantau
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean,
99% mahasiswa Indonesia yang belajar di sana diberikan beasiswa penuh.
Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau swasta dari pada
teman-temannya yang lain
Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru
kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk
membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan kecuali
belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak
menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman
dan uang tanpa mengikuti ujian.
Dalam kelas-kelas yang diikutinya Habibie
kadang-kadang menarik perhatian. Pernah suatu hari Habibie mengikuti
kuliah yang diberikan oleh Prof. Ebner, tetapi karena terlambat beberapa
menit ia masuk ruangan kuliah dengan berhati-hati. Kira-kira setengah
jam kemudian, Prof. Ebner berhenti dan menanyakan kepada mahasiswa
apakah ada yang belum jelas ataupun bertanya. Tiba-tiba beliau angkat
bicara dengan langsung mendebat, sehingga suasana mulai berubah. Dan
semakin lama perdepatanpun semakinseru, sampai akhirnya semua mahasiswa
satu persatu meninggalkan tempat karena makin panjangnya perdebatan.
Disamping aktif menjadi mahasiswa jurusan aeronik,
ternyata kiprah Habibie dalam dunia sosial sangat bagus, beliau
mengadakan seminar PPI yang mengupas masalah pembangunan, politik,
ekonomi serta sosial di Indonesia.pada tahun 1959 dengan penuh
perjuangan dan usaha yang tidak mudah, sehingga beberapa perusahaan
beliu kunjungi untuk meminta dana dari proposal yang beliau buat
sendiri. Seminar tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi
Indonesia yang berdomisili di Eropa.
Sementara seminar terealisasikan, beliau terkapar
sakit dan mendekam di klinik universitas Bonn dikarenakan serangan
influenza yang virus-virusnya masuk ke jantung. Sehingga selama 24 jam,
dalam keadaan tidak sadar tiga kali dikembalikan kekamar mayit dari
bangsal biasa. Namun, Allah masih memberikan kesempatan bagi beliau
untuk meneruskan perjuangannya, dan saat sadar beliau menciptakan sajak,
yaitu:
Sajak ini, mengisahkan tekad dan kepasrahannya dalam
mengabdi untuk mencapai kemakmuran bangsa bukan untuk dilihat orang
tetapi merupakan kewajiban generasi bangsa baik individu maupun
kelompok.
Memang tekad suci dan kuat, serta tujuan belajar
serta hidup yang suci menjadi dasar kesuksesan beliau dalam bidang
akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar Diploma Ing., dengan
nilai Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur,
beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri
kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon
yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi
volumenya besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan
seperti itu, Habibie mencoba mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat
sayap pesawat terbang yang ia terapkan pada wagon dan akhirnya
berhasil.
Sedangkan pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar
Dr. Ingenieur dengan penilaian summacumlaude dengan angka rata-rata 10
dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Belum lagi penemuan beliau tentang pemecahan persoalan penstabilan
konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi oleh Perusahaan HFB
(Hamburger Flugzeugbau) yang kini berubah menjadi MBB (Messerschmitt
Bolkow Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat diselesaikan oleh Habibie
dalam waktu enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut diabadikan
oleh berbagai pihak yang dikenal dengan teori, faktor dan metode
Habibie. Kegigihannya dalam mempertahankan pendapat, baik mengenai
program-program penelitian maupun yang lainnya membuahkan hasil baginya.
Sehingga pada tahun 1974, beliau sudah diangkat menjadi Wakil Presiden
dan Direktur Teknologi MBB. Amanat tersebut merupakan jabatan tertinggi
yang diduduki oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang diukir di Jerman bukan kunci
keberhasilan dan kejayaan bagi beliau, justru hal tersebut sebagai
sarana dalam mempersiapkan diri jika kelak berada di tanah air. Pada
umur 28 tahun, ketika itu Habibie belum bisa kembali pulang ke Indonesia
justru beliau diberi tugas untuk membina kader-kader bangsa yang sedang
mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya, kader-kader tersebut beliau
berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui prakarsa yang tidak mudah
untuk meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30 orang Indonesia.
Saat Habibie dipanggil untuk pulang ke Indonesia, 30 orang tersebut
bersama-sama beliau kembali ke tanah air guna menjalankan tugas yang
diberikan oleh presiden Suharto.
Kembali ke tanah air
Presiden Suharto langsung memberi instruksi kepada
B.J. Habibie untuk merintis IPTN. Bermodalkan semangat dan tekad yang
kuat B.J.Habibie berangkat ke luar negeri guna mengajak
industri-industri pesawat terbang lainnya untuk bekerjasama. Di dalam
usahanya itu, tantangan besar siap dihalau. Bahkan tamparan keras
dirasakan ketika akan berunding dengan sebuah industri pesawat terbang
di Kanada. Direktur utama perusahaan menolak untuk bertemu bahkan ketika
asisten direktur perusahaan menerimanya, dengan keras mereka menjawab
tidak berminat untuk bekerja sama dengan Indonesia dan yang perlu
dimengerti oleh anda membangun industri pesawat terbang itu tidak mudah
Habibie seharusnya semua mengerti. Dengan kata lain, bangsa Indonesia
tidak akan becus membuat pesawat terbang. Karena itu jangan bermimpi.
Tidak ada usaha tanpa hasil didunia ini, akhirnya
beliau mendapatkan mitra yaitu CASA Spanyol yang setuju bekerjasama
dalam pembuatan NC 212 Aviocar berbaling-baling ganda. Kemudian
berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau berhasil membuat persetujuan
dengan MBB untuk membuat Helikopter BO-105 dan sebagainya.
Menaiki jenjang karier di Indonesia banyak prestasi
yang beliau raih, diantaranya: memimpin industri IPTN, guru besar bidang
konstruksi pesawat terbang di ITB, menjadi Menteri Riset dan Teknologi,
Wakil Presiden RI, Presiden RI, ketua ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia), pemimpin umum The Habibie Center, dan masih banyak prestasi
beliau yang diukir baik nasional maupun Internasional. Beliau bagaikan
mendayung diantara gelombang, kritik positif maupun tidak membangun
tiada henti. Namun apakah kata? Tiada orang yang sempurna didunia ini,
maka tikaman dan hujatan beliau hadapi dengan tenang serta tabah.
Charge dalam hidup
Walaupun sibuk dengan urusan bangsa, organisasi dan
keluarga, namun nilai-nilai spiritual tetap harus didepankan. Beliau
tidak pernah lupa sholat lima waktu, sesekali shalat tahajjud, puasa
Senin-Kamis serta menunaikan ibadah haji. Selama di rantau dalam keadaan
rindu kepada Tuhan, di manapun tidak memilih tempat, ia berhenti untuk
berdoa. Beliau ingat dengan ayahnya yang saleh. Beliau biasa membawa
tasbih kemanapun berada. Karena ibadah spiritual merupakan charge
(mengisi tenaga) dan secara biologis hal itu berarti menambah kalori dan
energi.
Kesimpulannya,
perjalan hidup B.J.Habibie tidak selalu lurus dan indah, namun ibarat
mendayung di antar ribuan orang pintar pastilah ada cobaan, tikaman dan
hujatan dari orang lain melalui kritik positif maupun yang tidak
membangun. Namun, semuanya beliau atasi dengan tenang serta ibadah
spiritul sebagai charge dalam hidup. Dan, berbakti kepada kedua orang
tua bagi beliau merupakan kunci kesuksesan utama yang membawa beliau
kejenjang kesuksesan dan prestasi baik tingkat dunia maupun
Internasional.
0 komentar:
Posting Komentar